Haba Baroe

Sialanku Hari Ini Terobati dengan “Talaqqi”

Embun turun semakin menebal, menyinggahi dedaunan yang kesepian. Lain lagi suara kokok ayam di sela istirahat malam, turut serta menghiasi shubuh itu. Yang tak terkalahkan menggemanya suara adzan yang dengan alunan irama merdu di udara, mengingatkan segenap umat Islam akan panggilan suci itu. Kutoreh penglihatanku ke teman-teman yang masih lenyap di alam mimpi. Ya Syabab (wahai anak muda)… Bangun..!! Benar-benar tak sadar diri kamu ini, itu panggilan Ilahi sudah menanti.

Suhu udara berkisar 16 derjat celcius. Woow.. Dinginnya, benar-benar aku lupa. Rupanya winter (musim dingin) hampir satu minggu menjelma. Sejenak aku wudhu untuk menyegarkan muka yang tadinya berkerut dan juga kusam, ya wajarlah..!! Baru bangun tidur.
Kuawali hari ini membasuh muka, dan anggota badan wajib lainnya ketika wudhu. Usai wudhu, kuringankan langkah kakiku menuju sebuah Masjid yang letaknya tidak begitu jauh dari syaqqah (rumah) tempat aku tinggal. Sesampai di Masjid, sang muazzin pun mengumandangkan iqamah. Lima menit kemudian jamaah shalat shubuh itu diakhiri imam dengan salam. Pertanda shalat telah tertunaikan. Setelah membayar salah satu hutang yang wajib dibayar 5x sehari itu (hehehe… macam mimum obat saja). sejenak aku mengulang hafalanku, muqarrar (diktat kuliah) untuk persiapan imtihan (ujian) tinggal satu bulan setengah lagi.
Aku dan kawan-kawan tinggal di sebuah rumah dengan jumlah tiga puluh delapan personal, sudah menjadi kegiatan rutinitas kami di pagi hari membaca kitab “Dalil al-Falihina li Thuruqi Riyadhi al-Shalihina”, yaitu salah satu diantara sekian banyak kitab hadits. Kitab “Dalil al-Falihina” yang mengupas tuntas mengenai akhlak dan tata krama kita sehari-hari. Kitab yang dikarang oleh Iman Nawawi ini, bagi kami di rumah ada jadwal tersendiri mengkajinya, yaitu hari senin pagi. Banyak hal dan juga pelajaran yang bisa kita dapatkan di salah satu kitab hadits itu.
Lima puluh menit lebih aku dan kawan-kawan se-rumah mengkajinya beberapa hadist. Pada hari ini juga aku ada jadwal piket menyiapakan makan siang buat kawan-kawan sebanyak 39 porsi, dengan menu andalan soto AS (soto ala Aceh Selatan) hari ini. Kebetulan lawan dan penyedapnya sudah duluan kupersiapkan tadi malam, jadi pagi ini tinggal masak saja. Karena mengingat hari ini ada kuliah jam 10.00 CLT. Buru-buru aku dan bg. Nursi memasaknya. Karena asal kami berdua dari Aceh Selatan, makanya kawan-kawan se-rumah minta bantu menyiapkan menu siang senin dengan menu soto AS. Sekitar 1 jam kami masak, menu masakan kami pun siap saji.
Jam dinding telah menunjukkan pukul 09:27. Aku sudah siap makan, minum, mandi, kini tinggal berangkat ke kuliah. Jarak tempuh ke kuliah dari rumah sekitar 35 menit. Sesampai di sana, kucoba mempercepat jalan menuju ruangan. Setelah menaiki tangga 3 lantai, dengan tujuan ke ruang kuliah, rupanya hari ini ruangan di pakai untuk testing s2. Waaa….ah, sialnya aku hari ini. Udah tadinya keburu-buru, mulai masak, minum, mandi, pergi, sampai di sini malah tambah satu lagi, sial yang aku dapati. Kuturun tangga cepat-cepat, meski raut wajah sudah mulai kurang semangat.
Kutoreh di ujung sana, rupanya ada sebatang pohon sangat cocok untuk istirahat. Dengan sepintas aku menuju ke sana, aku pun tergeletak duduk sejenak di bawah pohon menghirup angin baru. Mana tahu dapat ruangan baru untuk mencari ilmu. Di sela-sela angin segar nan sejuk datang menghampiri, tebesit di pikiran ini “Ooo.. Mungkin di Masjid samping ada talaqqi.., Coba saja kamu pergi…!!”.
Semangat angin sejuk itu mengajakkan aku kembali untuk bersemangat. Desakan hatiku pada kaki turut serta untuk segera melangkahkannya menuju ke Masjid. Masjid yang letaknya cuma 20 meter dari kuliah. Itulah Masjid Al-Azhar. Letaknya bersampingan dengan Universitas Al-Azhar, Kairo.
Sebelum masuk perkarangan Masjid, tiba-tiba HP-ku berdering, kuambilnya dalam kantong celana, rupanya bg. Rudi menyapaku. Aku yakin, dia pasti mau tanya kejelasan buat acara perlombaan kaligrafi. Sebab brosur yang PJ (penanggung jawab)nya aku. Sudah dua hari belum juga terselesaikan. Maklum program adobe photoshop aku tidak menguasainya. Hehehe… Entah kenapa telp masuk itu mau kujawab, ternyata terputus. Ah.. Ada-ada saja signal ini. Tak lama kemudian bg. Rudi pun menghubungi kembali. Panggilannya kedua cepat-cepat kujawab;
“Assalamu’alaikum ya akhuya..”. Sapaku.
“Wa’alaikumussalam ya Ballia..”. Sautnya.
bg. Rudi lanjut bertanya:
” Kiban haba uroe nyoe? (Apa kabar hari ini?) pakai bahasa Aceh,” tanyanya.
Kujawab: ” Haba geit alhamdulillah” (kabar baik alhamdulillah).
” Jadi kiban brosur acara tanyoe, kaleuh..?”. (jadi gimana brosur acara kita, sudah selesai?) timbalnya.
tenyata memang benar perkiraan aku. Hahaha..
“Loen hana jeut photoshop bg. Entreuk loen lakei bantu bak uncle Herman. Okey.. (aku tidak bisa program phothoshop bg, nanti saya minta bantu sama paman Herman. Okey..)”. Jawaban terakhirku.
” Okey lah menyoe meunan. Menyoe na kendala, peugah beuh?” (Okey lah kalau begitu. Kalau ada kendala kasih tau ya?).
“Pat keuh jinoe?” (di mana sekarang). Tanyanya terakhir kali.
“Loen di Masjid Al-Azhar bg, neuk jak berteduh siat” (saya di Masjid Al-Azhar bg, mau berteduh sebentar).
“Berteduh atau talaqqi?, hahaha”. Candanya.
“Dua-duanya bg”. Jawabku.
” yaya… Wassalamu’alaikum”. Tutupnya.
” Wa’alaikumussalam”. Jawabku.
Tiga menit lebih aku menerima panggilannya untuk kejelasan brosur. Setelah itu langsung kudekati pintu Masjid seraya berdo’a memasukinya, “Allahummaftahlíì Abwäba Rahmatika” (Ya Allah.. Bukakanlah pintu rahmat-Mu bagiku). Setelah shalat sunnah kemulian Masjid 2 rakaat, langsung kutujui ke mading khusus yang memuat jadwal talaqqi. Kulihatlah pelbagai pelajaran yang ada jadwal hari ini. Alhamdulillah… Syukurku pada-Mu ya Rabb, Sialanku hari ini terobati dengan talaqqi. Indahnya hari ini, walaupun tadinya sempat tertimpa kurang semangat, akhirnya semangat itu muncul lagi. Hatiku benar-benar merasa tenteram setelah masuk ke rumah-Nya.
Sampai shalat ashar aku berteduh dan juga talaqqi di Mesjid yang berdampingan dengan Universitas ternama itu. Lima menit kemudian setelah shalat ashar, jarum pendek jam telah menyinggahi angka empat, aku langsung ke mauqif (terminal bus) untuk menuju tempat ucle Rudi bertugas. Dua puluh menit dalam bus mau sampai di tempatnya, kucoba hubunginya via ponsel. ” Tuuuuth…. Tuuuuth…”, begitu suara di ponselku, pertanda nomornya terhubung. Ketika suara tanda terhubung kali ke-tiga, Uncle pun mengangkatnya.
“Assalamu’alaikum ya Baasya” (baasya: sebutan orang preman)
“Wa’alaikumussalam” jawabku.
“Uncle..! Ada di Meuligoe kan?”. Tanyaku padanya dengan bahasa Indonesia, biasanya kami pakai bahasa Aceh. Tapi dengan Uncle, kebanyakan kami pakai bahasa Indonesia.
“Ada… Lagi nyantai ni, kemari trus”. Tanggapnya santai.
“Pas kali ane udah mau nyampek ni, tunggu ya?”. Tambahku.
“Oqhei….”. jawabnya ceplos.
Tak lama kemudian, Bus yang kutumpangi berhenti di mauqif dekat tempat Uncle bertugas. Aku turun cepat-cepat. Dengan jalan kaki lima menit, tempat Uncle bertugas pun sampai akhirnya. Kulepas sepatu dari kaki, selanjutnya tanganku langsung terangkat ke sakral bel rumah dekat pintu. Kutekanlah sakral bel yang tertempel dekat pintu, sambil kuucapkan “Assalamu’alaikum”. Itulah cara masuk rumah orang yang termaktub dalam kitab suci-Nya (Al-Quran). Tak lama setelah bel samping pintu berbunyi, Uncle membuka pintu perlahan. Dia lihat kedatanganku agak keburu-buru. “Ahlan… Ahlan (bahasa Arab, sapaan kepada orang yang baru datang)”, sambutnya.
Aku pun dipersilahkan masuk ke dalam. Sesampai di dalam, kucoba baringkan badan beberapa menit sebelum masuk waktu shalat maghrib. Selama dua puluh menit lebih kurang aku istirahat. Akhirnya salah seorang rekan kerja uncle membangunkan aku ketika adzan maghrib sedang dikumandangkan. Aku pun bangun dan langsung berwudhu. Setelah siap-siap pergi ke Masjid mau shalat, aku pergi bersama Uncle. Di tengan perjalan yang hanya beberapa menit itu, secara langsung aku minta tolong kepadanya.
“Jadi kek gini Uncle, ana pegi kemari mau minta tolong sama antum, bisakan..?”. Paparku.
“Insya Allah, kalau ana bisa”. Jawabnya kaget.
” Jadi Uncle, kami bag. Kesenian kan mau buat acara beberapa hari lagi, mau minta tolong sama antum desaign brosur iklannya bentar, soalnya ana tidak bisa photoshop. bisa kan?”. Pintaku tersipu malu.
“Jeih. ahahahaha… Ana juga tidak bisa program itu”. Sanggahnya sambil menepuk bahuku.
Waduu….uh, Uncle Rudi juga tidak menguasai juga salah satu program itu, sampailah ke Masjid tujuan. Kami berdua pun sudah siap untuk ikut serta shalat berjamaah. Karena shalat berjamaah itu lebih utama dari shalat sendiri pahalanya sebanyak dua puluh tujuh derajat. Usai shalat, kami berdua pulang ke ruang Uncle bertugas. Di sana kami makan-minum alakadarnya. Sampai adzan isya aku dan beberapa teman kerja Uncle makan-minum, duduk-duduk. Setelah adzan, langsung kutajdid (perbarui) wudhu. Karena perbarui wudhu itu lebih afdal (bagus) dari wudhu sebelumnya. Yang memang tadinya kita tidak tau wudhu kita sudah batal atau belum. Sesudah shalat isya, balik lagi ke ruang kerjanya untuk melihat-lihat foto kenangan orang dahulu. Yaitu orang yang pernah singgah di bumi para Ambiya ini.
Malam pun sudah larut, jarum pendek jam dinding telanh menunjukkan angka sebelas. Aku minta pamit sama mereka untuk pulang ke rumah. Dua menit lagi mau sampai ke mauqif tempat aku dan kawan-kawan tinggal, aku terbangun dari istirahatku di bangku mobil. Langsung kulangkahkan kaki menuju pintu keluar dari mobil. Aku turun dan lanjut jalan kaki lagi. Sepuluh menit jalan kaki, pada akhirnya sampai juga di tempat istirahatku. Hanya istirahat malam yang cukup lah yang bisa menghilangkan rasa lelahku pada hari ini. 
————
Hilmiyet El-Zaitoun, 6 Desember 2011
(Lovely Car, No. 12)

No comments